Selasa, 13 April 2021

Pacoa Jara, Hiburan Dan Kebudayaan Penduduk Dompu

 

 Hiburan dan Kebudayaan Masyarakat Dompu Pacoa Jara, Hiburan dan Kebudayaan Masyarakat Dompu
Pacoa Jara

 

Pacoa Jara

Pacuan kuda demikianlah artinya, merupakan suatu hingar bingar anak negeri dan menjadi hiburan yang paling digemari. Kegemaran ini didorong oleh lingkungan hidupnya sebagai petani dan peternak, sebab keuntungannya untuk mendukung usaha pertanian mirip kerbau untuk membajak sawah dan memuat padi, untuk kendaraan, untuk tunggangan dan juga untuk beban.

Karena itu dulu negeri ini diketahui menciptakan kuda dan kerbau. yang juga diperdagangkan antarpulau mirip ke Pasuruan, Bondowoso Situbondo, Probolinggo dan lain-lain. Sedangkan kerbau untuk dalam negeri ke Palembang, Jambi, Surabaya dan Jakarta, untuk luar negeri ke Hongkong dan Singapura.

Pengangkutan binatang yang diperdagangkan antarpulau dari Dompu dahulu sebelum Pelabuhan Bima dibuat yakni melalui Pelabuhan Soro Kilo di Kecamatan Kilo sekarang, juga lewat Pelabuhan Kempo.

Kegemaran pacuan kuda ini meningkat hingga jadi kegemaran raja-raja atau pembesar-pembesar negeri, maka dengan demikian hiburan yang paling ramai pada masa itu satu-satunya adalah pacuan kuda. Mula-mula pacuan kuda dikerjakan di masing-masing daerah, usang kelamaan dikerjakan secara teroganisir, dengan dibentuknya organisasi pacuan kuda yang bernama Himpunan Pacuan Kuda Dompu, Himpunan Pacuan Kuda Kempo, dan Himpunan Pacuan Kuda Hu'u.

Jadwal Pacoa Jara

Dengan telah dibentuknya himpunan pacuan kuda tersebut, maka diaturlah jadwal pacuan kuda selaku berikut:

1. Diadakan pacuan kuda tingkat kejenelian dengan akseptor kuda yang ada di dalam kejenelian. 

2. Diadakan pacuan kuda tingkat tempat kerajaan, dengan penerima akseptor yang menang di tingkat kejenelian.

3. Diadakan pacuan kuda antara tempat Kerajaan Dompu, Bima, dan Sumbawa, lokasinya bergantian di antara tempat tersebut,

Saat-ketika untuk lomba pacuan kuda yaitu sesudah selesai panen padi dan dikerjakan bertepatan dengan hari-hari besar Islam pada waktu itu.

Tiap pacuan kuda diadakan, kuda yang tercatat ikut berjumlah 200 300 ekor banyaknya dan biasanya dikelompokkan dalam beberapa kelas, contohnya:

  • Kelas C, yakni kuda yang paling tinggi.

  • Kelas B, yakni kuda yang sedang tingginya.
  • Kelas A, yaitu kuda pendek atau kuda tunas namanya.

Seperti dijelaskan di atas, memelihara kuda pacuan bukanlah hal yang mudah. Selain memerlukan biaya pemeliharaan yang banyak, juga mesti memilki tanda-tanda tertentu yang disebut kalisu atau pusaran yang pada umumnya setiap kuda terdapat berlainan.

Jenis-jenis kalisu (pusaran) pada kuda

Jenis-jenis kalisu (pusaran) pada kuda, adalah:

1. Kalisu panta paju (tancap payung), terletak pada bagian: Punggung bab belakang (kamoto). Punggung bagian wajah (paratama).

2. Kalisu wole (pasak), terletak pada bab kiri-kanan ketiak kaki paras . 

3. Kalisu colokomba, terletak pada bagian kiri-kanan pangkal pendengaran bab belakang.

4. Kalisu mbuda ade (buta hati), terletak pada bagian dahi (tantangga). 

Di antara jenis kalisu seperti dijelaskan di atas, maka yang pantang bagi seekor kuda pacuan maupun kuda tunggang (jara sadonda), adalah bila mempunyai:

a. Kalisu wole: kuda semacam ini memiliki sifat suka meronta-ronta dan membahayakan bagi joki, lagi pula tidak begitu kuat.

b. Kalisu colokomba: kuda seperti ini mempunyai sifat: Apabila letaknya berpapasan, tabiatnya baik. Apabila tidak berpapasan letaknya, tabiatnya tidak baik, disebut kabeu (males) dan kalau berlari suka maju mundur.

c. Kalisu mbuda ade: kuda seperti ini mempunyai sifat: Apabila letaknya di bab atas matanya, tabiatnya baik. Apabila letaknya di bab bawah matanya, tabiatnya tidak baik.

Jenis warna bulu kuda

Jenis warna bulu kuda pun menjadi pilihan yang serius juga bagi para penggemar kuda, misalnya bulu hitam, karonde, cimbi, dan karaba, serta yang paling baik berbulu warna mbera bermata hitam, alat kelaminnya hitam dan kuku kakinya berwarna hitam pula.

Selain pantangan sebab kuda memiliki gejala atau kalisu yang tidak baik, maka adapula pantangan yang dikaitkan dengan sifat sifat pemilik kuda tersebut, bahkan merupakan semacam keyakinan adanya yang dihubungkan dengan slogan dou Dompu dalam kehidupan yang menyampaikan, bahwa hidup yang tepat itu yakni jika didukung oleh empat bagian, yakni:

1. Wei taho (istri yang bagus).

2. Uma taho (rumah yang baik).

3. Besi taho (senjata yang bagus).

4. Jara taho (kuda yang bagus).

Di satu segi, yang dimaksud dengan kuda yang bagus adalah kuda yang memiliki persenyawaan (rohani) yang cocok, cocok, dan searah dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh pemiliknya.

Percaya atau tidak, hal yang demikian itu mampu dibuktikan dengan kenyataan, yaitu:

a. Apabila seseorang telah memiliki seekor kuda, kehidupan rumah tangganya aman sejahtera, rezekinya bertambah. Itu membuktikan memiliki Jara taho.

b. Apabila seseorang dahulu-dulunya hidup rumah tangganya baik, kondusif tentram dan senang, akan tetapi sehabis mempunyai kuda, keadaan menjadi sebaliknya, sering berbantah-bantah dengan istri.  tetangga, dan rezekinya makin menurun, itu ialah membuktikan dia mempunyai kuda yang tidak baik.

Jika seekor kuda yang menjadi peliharaan sering meringkik di tengah malam dengan suaranya yang menyeramkan, maka kuda semacam itu sangatlah terlarang untuk dipelihara.

 Kuda yang mempunyai gejala yang baik serta memiliki persenyawaan dengan pemiliknya, maka begitu mahal.



sumber :

Israil M. Saleh, Sekitar Kerajaan Dompu,2020, buku litera, Yogyakarta h.  . . . . .313


Sumber https://www.mooreyi.com/


EmoticonEmoticon